Jumat, 10 Oktober 2008

larangaN membuNuh

  • Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata:
    Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan

    Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 139

http://hadith.al-islam.com

ghoSOb

Ghosob adalah meminjam sesuatu milik orang lain dan menggunakanya tanpa izin. Mungkin Ghosob merupakan hal yang lumrah yang terjadi pada diri kita. Tapi sebenarnya Ghosob adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

Contoh yang biasaterjadi adalah ketika kita sedang dalam perkumpulan, kita ingin bepergian, namun kita tidak punya sandal sehingga kita meminjam sandal orang lain tanpa bilang terlebih dahulu kepada pemiliknya. Hal ini yang disebut Ghosob dan kita tidak boleh melakukanya. Apabila keadaan darurat dan kita harus melakukanya, maka hal yang wajib kita lakukan adalah kita harus bilang kepada pemiliknya kalau kita telah meminjam sandalnya.

Contoh lain dalam kasus Ghosob adalah Ketika kita sedang berbincang dengan seorang kawan kita. Kawan kita punya makanan, namun makananya milik dia sendiri, tidak disuguhkan kepada kita. Kemudian teman kita pergi, lalu kita memakanya. Setelah kita memakanya, lalu kita langsung berlari keluar untuk membeli makanan yang sama persis dengan makanan tersebut. Maka hal tersebut juga TIDAK BOLEH karena hal itu sama saja kita meminjam milik orang lain tanpa izin. Ingat, Ghosob tidak boleh kita abadikan, Kebiasaan Ghosob tidak boleh kita lestarikan. Karus Kita hanguskan.

Sesungguhnya segala kebenaran yang ada dalam blog ini semuanya berasal dari ALLAH SWT. Dan segala kesalahan yang ada, semuanya berasal dari diri saya pribadi. Semoga ALLAH senantiasa memberi rahmatnya kepada kita, Amin.

http://nurmuhammadmalikuladil.blogspot.com/

ta'zir

  1. Pengertian

Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.

Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Dalam al qur’an disebutkan :

Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.

“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung”.

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Di sebut dengan ta’zir, karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Sementara para fuqoha’ mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak detentukan oleh al qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Ta’zir sering juga disamakan oleh fuqoha’ dengan hukuman terhadap setiap maksiyat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarat.

Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.

Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :

a. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.

b. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.

c. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.


Hukuman-hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman-hukuman ta’zir antara lain.

1. Hukuman mati

Pada dasarnya menurut syari’ah Islam, hukuman ta’zir adalah memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukuman ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa fuqoha’ memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata-mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. Namun menurut sebagian fuqoha’ yang lain dalam jarimah ta’zir tidak ada hukuman mati.

2. Hukuman Jilid

Dikalangan fuqoha’ terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah. Imama Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir adalah 39 kali, dan menurut Abu yusuf adalah 75 kali.

Sedangkan di kalangan madzhab Syafi’I ada tiga pendapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Pendapat kedua sama dengan pendapat Abu yusuf. Sedangkan pendapat yang ketiga, hukuman jilid pada ta’zir boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai seratus kali, dengan syarat lain bahwa jarimah ta’zir yang dilakukan hampir sejenis dengan jarimah hudud.

Dalam mazhab Hambali ada lima pendapat. Tiga diantaranya sama denga pendapat madzhab Imam Syafi’i. pendapat ke empat mengatakan bahwa jilid yang diancam atas sesuatu perbuatan jarimah tidak boleh menyamai hukuman yang dijatuhkan terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi hukuman jarimah lain yang tidak sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa hukuman ta’zir tidak boleh melebihi 10 kali. Alasannya ialah hadits dari Abu Darda sebagai berikut :

seorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam salah satu hukuman hudud”

3. Hukuman-Kawalan (Penjara Kurungan)

Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam. Pembagian ini didasarkan pada lama waktu hukuman. Pertama, hukuman kawalan terbatas. Batas terendah dari hukuman ini adalah satu hari, sedangkan batas tertinggi, ulama’ berbeda pendapat. Ulama’Syafi’iyyah menetapkan batas tertingginya satu tahun, karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Sementara ulama’-ulama’ lain menyerahkan semuanya kepada penguasa berdasarkan maslahat.

Kedua, hukuman kawalan tidak terbata. Sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya.

4. Hukuman Salib

Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan (hirobah), dan untuk jarimah ini hukuman tersebut merupakan hukuman had. Akan tetapi untuk jarimah ta’zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului dengan oleh hukuman mati, melainkan si terhukum disalib hidup-hidup dan tidak dilarang makan minum, tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi dalan menjalankan shalat cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut fuqoha’ tidak lebih dari tiga hari.

5. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teguran (Tahbih) dan Peringatan

Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta’zir, dengan syarat akan membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Misalnya dengan ancaman jilid, dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku mengulangi tingdaknya lagi.

Sementara hukuman teguran pernah dilakukan oleh Rasulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki-maki orang lain dengan menghinakan ibunya. Maka Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Dzar, engakau menghina dia dengan menjelek-jelekkan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliyah”.

Hukuman peringatan juga diterapkan dalam syari’at Islam dengan jalan memberikan nasehat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini dicantumkan dalam al qur’an sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuat dikhawatirkan berbuat nusyuz.

6. Hukuman Pengecualian (Al Hajru)

Hukuman pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman ta’zir yang disyari’atkan oleh Islam. Dalam sejarah, Rasulullah pernah melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Miroroh bin Rubai’ah dan Hilal bin Umayyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajak bicara, sehingga turunlah firman Allah :

“ dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula diri mereka, serta mereka mengira tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali padaNya, kemudian Tuhan menerima taubat mereka agar mereka bertaubat”

7. Hukuman Denda (Tahdid)

Hukuman denda ditetapkan juga oleh syari’at Islam sebagai hukuman. Antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya, hukumannya didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya tersebut. Sabda Rasulullah saw. “dan barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denga sebanyak dua kalinya beserta hukuman.” Hukuman yang sama juga dikenakan terhadap orang yang menyembunyikan barang hilang.

2. Perbedaan Jarimah Ta’zir dengan Hudud

Perbedaan yang menonjol antara jarimah hudud, qishas, dan jarimah ta’zir

a. Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.

b. Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukum yang lebih tepat bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material.

c. Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan, sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.

d. Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.



http://zanikhan.multiply.com/journal

QishAs

Qisas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Qishash)
Langsung ke: navigasi, cari

Qisas (bahasa arab: قصاص) adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh. [1]

Dasarnya adalah: "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang mema'afkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik." [Al Baqarah:178]

"Dan Kami tetapkan atas mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada Qisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim." [Al Maa-idah:45]

Meski demikian dikatakan Al Qur'an bila hak Qisas dilepaskan oleh korban maka itu menjadi penebus dosa bagi mereka. Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus dalam bentuk materi.

Qisas dipraktekkan di negara-negara yang menganut syariat Islam seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan






Pengertian Jinayat barU

 

 Pengertian Jinayat

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat
yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul
kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.

Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan
bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan
anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau
melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan
sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di
bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas,
diyat atau ta`zir.

Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :-

1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama
sendiri dan sebagainya

2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala
fitrah tuduh-menuduh.

3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada
kecurian, ragut dan lain-lain.

4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan
keselamatan diri.

5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan
orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan



http://www.mail-archive.com/keluarga-islam@yahoogroups.com/msg14851.html

Hadits tentang Haramnya Khamar / Minuman Keras

Assalamu'alaikum wr wb,

Membaca keterangan di bawah mengenai keimanan jaman sekarang (kita)
sungguh jauh sekali dengan orang-orang terdahulu dan yang namanya
Al-Qur'an dan Al-Hadist hanya kebanyakan jadi wacana saja dikarenakan
keimanan kita, yang jadi pertanyaan.
1. Sebab kenapa keimanan kita lemah?
2. Bagai mana caranya supaya keimanan kita itu (Meningkat) tidak jauh
sekali
Dengan Orang-orang terdahulu (para Sahabat ra.)


Assalamu'alaikum wr wb,
Dari hadits di bawah kita dapat menyaksikan keimanan
para sahabat Nabi. Begitu Allah mengharamkan khamar,
tanpa banyak tanya apalagi debat, mereka tumpahkan
khamar-khamar yang mereka miliki ke jalan sehingga
jalanan jadi berbau khamar.

Sungguh beda dengan sekarang.

1. Pengharaman khamar serta menerangkan bahwa khamar
itu terbuat dari perasan anggur, kurma basah, kurma
kering dan lain sebagainya yang dapat memabukkan

Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra., ia berkata:
Aku mendapat seekor unta bersama Rasulullah saw. dari
rampasan perang Badar. Dan Rasulullah saw. memberiku
seekor unta yang lain. Pada suatu hari aku menderumkan
keduanya di depan pintu seorang sahabat Ansar, aku
hendak memuatkan idzkhir (sejenis tumbuh-tumbuhan) di
atas kedua unta tersebut untuk aku jual kepada seorang
tukang emas dari Bani Qainuqa` yang datang bersamaku.
Uang penjualan itu akan kupergunakan membantu walimah
Fatimah ra. Pada saat itu, Hamzah bin Abdul Muthalib
ra. sedang minum minuman keras di rumah tersebut. Ia
ditemani seorang budak perempuan yang bernyanyi
untuknya. Budak itu berkata: Hai Hamzah, perhatikanlah
unta-unta yang gemuk itu! Tiba-tiba Hamzah melompat ke
arah kedua untaku dengan pedang, lalu ia potong ponok
keduanya dan ia belah lambung keduanya, kemudian ia
ambil hati keduanya. Aku katakan kepada Ibnu Syihab:
Dan bagaimana dengan ponoknya? Ia berkata:
Ponok-ponoknya di pangkas dan dibawa pergi. Kata Ibnu
Syihab: Ali berkata: Dan aku menyaksikan pemandangan
yang mengerikan itu. Lalu aku mendatangi Rasulullah
saw. yang pada saat itu Zaid bin Haritsah sedang
berada di dekat beliau. Aku pun menceritakan peristiwa
tersebut. Kemudian beliau bersama Zaid keluar dan aku
juga ikut bersama beliau. Lalu beliau masuk menemui
Hamzah dan marah kepadanya. Hamzah mengangkat
pandangannya, kemudian berkata: Kalian ini tidak lain
hanyalah budak-budak bapakku! Rasulullah saw. kemudian
mundur ke belakang lalu meninggalkan mereka. (Shahih
Muslim No.3660)


2. Makruh membuat minuman dari kurma dan anggur kering
yang dicampur

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah Al-Anshari ra.:
Bahwa Nabi saw. melarang anggur kering dicampur dengan
kurma atau kurma yang belum matang dengan kurma yang
matang. (Shahih Muslim No.3674)

Hadis riwayat Abu Qatadah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian membuat
minuman kurma setengah matang (mengkal) dan kurma
matang sekaligus. Janganlah kalian membuat minuman
anggur dan kurma sekaligus. Masaklah masing-masing
dari keduanya secara terpisah. (Shahih Muslim No.3681)

3. Larangan membuat nabiz dalam wadah yang dicat
dengan teer, dalam labu kering, panci seng, kayu yang
dilubangi, dan menerangkan bahwa larangan itu dihapus
dan sekarang halal asal tidak memabukkan

Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Rasulullah saw. melarang pembuatan minuman dalam kulit
labu dan wadah yang dicat dengan teer. (Shahih Muslim
No.3693)

Hadis riwayat Aisyah, Ummul Mukminin ra.:
Dari Aswad, ia berkata: Aku bertanya kepada Ummul
Mukminin: Wahai Ummul Mukminin! Beritahukanlah
kepadaku, apa yang dilarang oleh Rasulullah saw. untuk
dijadikan bahan membuat minuman! Ummul Mukminin
berkata: Rasulullah saw. melarang kami ahlulbait
membuat minuman nabidz dalam kulit labu dan wadah yang
dicat dengan teer. (Shahih Muslim No.3694)

Hadis riwayat Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra.:
Dari Said bin Jubair ia berkata: Aku bersaksi bahwa
Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. menyaksikan bahwa
Rasulullah saw. melarang kulit labu, tempayan, wadah
yang dicat dengan teer dan kayu yang dilubangi.
(Shahih Muslim No.3705)

Hadis riwayat Abdullah bin Amru ra., ia berkata:
Ketika Rasulullah saw. melarang nabiz dalam beberapa
bejana, orang-orang berkata: Tidak setiap orang
mempunyai bejana lain. Lalu Rasulullah saw. memberikan
kemurahan (dispensasi) kepada mereka, boleh minum
dalam guci yang tidak dicat dengan teer. (Shahih
Muslim No.3726)

4. Menerangkan bahwa setiap yang memabukkan adalah
khamar dan semua khamar adalah haram

Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah ditanya tentang arak dari madu.
Beliau menjawab: Setiap minuman yang memabukkan adalah
haram. (Shahih Muslim No.3727)

5. Balasan peminum khamar yang belum bertobat di
akhirat

Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Setiap minuman yang
memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan
adalah haram. Barang siapa minum khamar di dunia lalu
ia mati dalam keadaan masih tetap meminumnya
(kecanduan) dan tidak bertobat, maka ia tidak akan
dapat meminumnya di akhirat (di surga). (Shahih Muslim
No.3733)

Sumber:
http://hadith.al-islam.com/bayan/Tree.asp?Lang=IND